Ayat-Ayat Cinta
Judul
Buku :
Ayat-Ayat Cinta
Pengarang :
Habiburrahman El Shirazy
Penerbit :
Republika
Tahun : 2008, Cetakan XXXIII
Jumlah
Halaman : 419 halaman
Novel Ayat-ayat
cinta adalah sebuah novel 418 halaman yang ditulis oleh seorang novelis muda
Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy. Ia
adalah seorang sarjana lulusan Mesir dan sekarang sudah kembali ke tanah air. Novel
ini seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui
sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini
merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak
disukai anak muda.
Habiburrahman El Shirazy, lahir di Semarang,
30 September 1976. Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen
sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di
bawah asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 ia merantau ke Kota
Budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)
Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan
intelektualnya ke Fak. Ushuluddin, Jurusan Hadis, Universitas Al-Azhar, Cairo
dan selesai pada tahun 1999. Telah merampungkan Postgraduate Diploma (Pg. D) S2 di The Institute For Islamic Studies in Cairo yang didirikan oleh Imam
Al-Baiquri.
Beberapa
karya Kang Abik, baik yang sudah
maupun akan terbit, Ketika Cinta Berbuah Surga, Pudarnya Pesona
Cleopatra, Di Atas Sajadah Cinta.
Sekarang sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari
Bermata Bening, Dalam Mihrab Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Novel ini bertemakan tentang perjuangan
dalam melawan ketidakadilan. Tokoh yang terdapat dalam kutipan novel ini ada
tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama, yaitu Fahri, Maria, Nurul, Noura,
dan Aisha. Sedangkan tokoh pembantu, yaitu Saeful, Rudi, Hamdi, Tuan Boutros (ayah
Maria), Nahed (ibu Maria), Yousef (adik Maria), Syaikh Usman (guru besar
Fahri), Syaikh Ahmad (dosen Fahri di Al-Azhar), Ustd Jalal dan isterinya (paman
dan bibi Nurul), Eqbal dan isterinya (paman dan bibi Aisha), Amru (pengacara),
Magdi (polisi), Bahadur dan kakak Noura.
Alur yang digunakan dalam novel ini
adalah alur maju. Berlatarkan di Mesir Kairo Al-azhar. Penggambaran watak secara dramatik dan
ada pula yang secara analitik. Dalam novel ini Fahri berwatak rajin, pintar,
sabar, terencana, disiplin, penolong, ikhlas, ulet, dan pria yang sholeh. Maria
berwatak ceria, rajin, pintar, manja, dan tertutup. Nurul berwatak rajin,
pintar, pemalu, tertutup, dan sholehah. Noura berwatak tertutup, pintar, kejam,
dan pendiam. Kemudian Aisha yang berwatak sabar, penuh kelembutan, ikhlas,
terencana, pintar, sholehah dan hidup serba berkecukupan.
Gaya bahasa yang digunakan terpengaruh
oleh bahasa lokal, yaitu bahasa Arab dan penuh dengan nuansa religi. Dalam
novel ini pengarang menggambarkan tokoh menggunakan sudut pandang orang
pertama.
Kisah ini diawali tentang bagaimana
menghadapi persoalan dalam hidup secara islami. Fahri bin Abdullah Shiddiq
adalah pelajar dari Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di
Al-Azhar berurat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Dia tinggal di sebuah flat sederhana bersama keempat orang
temannya yang juga berasal dari Indonesia. Fahri adalah orang yang sangat
disiplin dan terencana terhadap peta hidupnya. Dari peta hidupnya itu, tersurat
bahwa tujuan utama yang ingin dia capai ialah lulus S2 Al Azhar.
Dalam kesederhanaan hidupnya ia dipertemukan oleh beberapa
wanita. Wanita pertama yang mengisi kehidupan Fahri ialah Maria. Maria adalah
tetangga satu flat Fahri, ia adalah gadis Kristen Koptik yang mengagumi Al
Quran. Keluarga Maria sangat akrab dengan Fahri. Kekagumannya terhadap Fahri
berubah menjadi cinta. Hanya saja rasa cintanya itu hanya dapat tercurahkan
dalam sebuah buku harian Maria.
Selain Maria, ada Nurul
yang juga jatuh hati pada Fahri. Sebenarnya, Fahri menaruh hati pada gadis
manis itu, anak seorang kyai terkenal. Namun, Fahri tidak pernah menunjukkan
perasaannya lantaran rasa tidak percaya dirinya yang hanya seorang anak dari
seorang petani yang kehidupannya sangat sederhana, jauh dari berkecukupan. Setelah
itu ada Noura yang juga merupakan tetangga Fahri yang selalu disiksa oleh
ayahnya sendiri yang bernama Bahadur.
Dahulu ayahnya
sangat menyayangi Noura, tetapi setelah menyadari bahwa Noura yang berkulit
putih sedangkan ayahnya yang berkulit hitam membuat Bahadur mengira bahwa Noura
bukan anaknya dan Noura pun disebut sebagai anak haram. Kemudian Noura di jual
oleh Bahadur, tetapi Fahri, Maria, dan Nurul menolongnya. Noura menaruh hati
pada Fahri bahkan berharap lebih dari Fahri, tetapi Fahri hanya berempati saja
terhadap Noura dan Fahri hanya menganggap Noura sebagai seorang adik. Hal
tersebut menjadi masalah yang panjang, Noura memfitnah Fahri telah
memperkosanya, sehingga Fahri dijebloskan ke penjara dan ia harus mendekam di
penjara.
Kemudian yang terakhir adalah Aisha,
gadis Turki bermata indah yang mampu membuat Fahri jatuh hati. Dialah gadis
yang dipilih Fahri untuk manjadi pendamping hidupnya. Perjumpaan dengan Aisha dimulai dari pertemuan di Metro dan
kemudian mereka di
jodohkan oleh paman Aisha yang bernama Eqbal. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri. Mereka tak dapat menolak perjodohan,
sebab mereka saling jatuh hati satu sama lain lalu mereka pun menikah. Mendengar
kabar bahwa Fahri dan Aisha telah menikah membuat
Nurul sangat kecewa dan terpukul. Tidak hanya Nurul yang merasa terpukul, Maria
dan Noura, wanita yang menaruh hati kepada Fahri juga merasakan hal yang
sama.
Adapun pertikaian pada saat Fahri
dan Aisha pulang dari Alexandria sehabis berbulan madu, Fahri di tangkap karena di
tuduh memperkosa seorang gadis Mesir, yaitu Noura. Noura memfitnah Fahri, ia
mengaku bahwa Fahri telah memperkosanya pada saat Fahri menolong Noura,
sedangkan Fahri tidak merasa melakukan hal tersebut. Fahri kecewa atas
perlakuan Noura yang telah memfitnahnya. Tak lama Fahri pun dijebloskan ke
penjara.
Selama di penjara ia terus-menerus
disiksa. Pengacara Fahri tengah berusaha keras untuk membebaskannya, tetapi
beberapa bukti belum cukup kuat untuk membebaskannya. Satu-satunya saksi kunci
yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Tapi, Maria sedang terluka lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit.
Hanya ada satu cara agar Maria dapat
tersadar dari koma panjangnya, yaitu dengan sentuhan dan ucapan sayang dari
Fahri. Akibat desakan Aisha dan setelah Fahri membaca buku harian Maria, ia
tahu betapa Maria sangat mencintainya dan kemudian Fahri pun menikahi Maria. Setelah
Fahri menikahi Maria, Maria tersadar dapat membuka matanya dan kemudian
berdsedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Setelah Maria menjelaskan
semuanya di hadapan hakim, Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Noura pun
merasa malu dan mengakui bahwa Bahadurlah yang telah memperkosanya, Noura
menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Kemudian Fahri pun dapat
meninggalkan penjara yang mengerikan itu.
Fahri, Aisha, dan Maria mampu
menjalani rumah tangga mereka dengan baik dan hidup bahagia. Tidak ada yang
menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Penyakit Maria kembali kambuh dan ia
pun meninggal. Maria beruntung karena meninggal dalam keadaan islam.
Novel ini banyak mengandung amanat
yang sangat bermanfaat bagi pembacanya. Dalam novel ini dapat disimpulkan bahwa
dalam menghadapi suatu masalah kita harus senantiasa bersikap ikhlas, tabah,
dan bersabar. Novel ini juga mengajarkan kita agar terus mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Kelebihan yang dimiliki oleh novel
ini adalah ceritanya yang begitu menyentuh seakan membawa para pembaca ikut
terlibat dalam masalah para tokoh. Novel ini mengandung nilai-nilai religi dan
sastra yang cukup tinggi. Novel ini mampu menyadarkan kita dalam menghadapi
cobaan dengan bersikap ikhlas. Namun novel ini juga memiliki kekurangan, yaitu terdapat kata-kata yang
asing sehingga dapat membuat para pembaca kurang mengerti. Dapat disimpulkan, walaupun terdapat kata-kata asing yang sulit mengerti tetapi buku ini mempunyai banyak nilai yang positif yang dapat ditiru dikehidupan sehari-hari sehingga buku ini patut untuk dibaca.
Penulis Resensi:
Putri Elena Safitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar