Senin, 11 April 2016

Kesehatan Mental Menurut Carl Rogers


A.    Perkembangan Kesehatan Mental
Carl Ransom Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8 Januari 1902. Pada umur 12 tahun keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers menjadi tertarik kepada pertanian secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke perguruan tinggi, dan pada tahun tahun pertama Rogers sangat gemar akan ilmu alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan pelajaran di University of Wisconsin pada 1924 Rogers masuk Union Theological College of Columbia, disana Rogers mendapat pandangan yang liberal dan filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke Teachers College of Columbia, disana Rogers terpengaruh oleh filsafat John Dewey serta mengenal psikologi klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Rogers mendapat gelar M.A. pada 1928 dan doctor pada 1931 di Columbia. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide-ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya. Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas tiap orang akan berbeda–beda tergantung pada pengalaman–pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan fenomenal tersebut.
Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi  klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah. 

B.    Konsep Kepribadian Menurut Carl Rogers
Rogers lebih mengarahkan teorinya untuk membingkai perkembangan kepribadian melalui mekanisme-mekanisme yang dapat berlaku secara universal. Menurutnya, apabila orang-orang bertanggung jawab terhadap kepribadian mereka sendiri dan mampu memperbaikinya, maka mereka harus menjadi makhluk yang sadar dan rasional. Ia percaya bahwa seseorang dibimbing oleh persepsi sadar mereka sendiri tentang diri mereka dan dunia sekitar mereka bukan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar yang tidak dapat mereka kontrol. Kriterium terahkir seseorang adalah pada pengalaman sadarnya sendiri dan pengalaman itu memberikan kerangka intelektual dan emosional sehingga akan membuat kepribadian mereka terus tumbuh dan berkembang.
Menurut Rogers, manusia yang rasional dan sadar tidak dikontrol oleh peristiwa masa kanak-kanak, hal yang lebih penting adalah masa sekarang dan bagaimana kita memandangnya sebagai kepribadian yang sehat dimana masa sekarang jauh lebih penting daripada masa lampau. Namun, masa lampau juga memberikan pengaruh penting terhadap kesehatan psikologis kita. Jadi, pengalaman masa lampau juga penting tetapi Rogers hanya memfokuskan pada masa sekarang dan apa yang terjadi sekarang bukan pada masa lampau. Dalam pandangan Rogers, konsep diri merupakan hal terpenting dalam kepribadian, dan konsep diri ini juga mencakup kesemua aspek pemikiran, perasaan, serta keyakinan yang disadari oleh manusia dalam konsep dirinya. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan dua konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara diri yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Seseorang dikatakan dalam keadaan inkongruensi jika beberapa dari totalitas pengalaman mereka tidak bisa diterima untuk mereka dan ditolak atau terdistorsi dalam citra diri. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.  


C.    Kepribadian Sehat Menurut Carl Rogers
Orang yang Berfungsi Sepenuhnya
Hal yang pertama dikemukakan tentang versi Rogers mengenai kepribadian yang sehat, yakni kepribadian yang sehat itu bukan merupakan sesuatu keadaan dari ada, melainkan suatu proses, “suatu arah bukan suatu tujuan”.  Rogers tidak percaya bahwa orang-orang yang mengaktualiasasikan diri hidup dibawah hukum-hukum yang diletakkan orang lain. Diri adalah tuan dari kepribadian dan beroperasi terlepas dari norma-norma yang ditentukan oleh orang lain. Rogers memberikan lima sifat orang yang berfungsi sepenuhnya, yaitu:
1.    Keterbukaan pada Pengalaman
Kepribadian yang sehat adalah mampu menerima segala keterbukaan, bebas untuk mengalami semua perasaan dan sikap. Orang yang mengetahui segala sesuatu tentang kodratnya, tidak ada segi kepribadian yang tertutup, itu berarti bahwa seseorang tersebut memiliki kepribadian yang yang fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh kehidupan tetapi juga dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan persepsi dan segala hal yang baru secara dinamis. Sebaliknya, kepribadian orang yang defensif, yang selalu melakukan segala sesuatu menurut sayarat-syarat dengan statis, yaitu belum terbuka mengenai hal-hal baru.  Orang yang defensif akan bersembunyi di belakang peranan-peranan.
2.    Kehidupan Eksistensial
Orang yang sehat akan terbuka pada semua pengalaman, maka diri atau kepribadian terus-menerus dipengaruhi oleh setiap pengalaman. Orang yang sehat atau berfungsi sepenuhnya tidak akan mengontrol atau memanipulasi pengalaman-pengalaman agar sesuai dengan harapkan mereka. Dengan sifat mereka yang dinamis, maka mereka dengan babas dapat berpartisipasi dalam pengalaman-pangalannya. Namun, untuk orang yang defensif, mereka harus mengubah dan memanipulasi pengalaman-pengalaman baru agar sesuai dengan dirinya karena sifat mereka yang statis, tidak terbuka pada pengalaman-pengalaman. Rogers percaya bahwa kualitas dari eksistensial merupakan segi yang sangat esensial dari kepribadian yang sehat.
3.    Kepercayaan Terhadap Organisme Orang Sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami dengan menunjuk kepada pengalaman Rogers sendiri. Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat bertindak menurut impuls-implus yang timbul seketika dan intuitif. Dalam tingkah laku yang demikian itu terdapat banyak spontanitas dan kebebasan, tetapi tidak sama dnegan bertindak terburu-buru atau sama sekali tidak memperhatikan konsekuensinya. Karena orang yang sehat terbuka sepeuhnya pada pengalaman, sehingga ia menerima semua informasi yang ada, bahkan dari segi selain pikirannya. Karena terbuka kepada semua pengalaman serta menghidupkan pengalaman-pengalaman itu sepenuhnya, maka individu yang sehat dapat membiarkan seluruh organanisme mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi. Semua faktor yang relevan diperhitungkan dan dipertimbangkan serta dicapai keputusan yang akan memuaskan semua segi situasi dengan sangat baik.
4.    Perasaan Bebas
Rogers percaya bahwa semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin juga ia mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak. orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya paksaan-paksaan atau rinangan-rintangan antara pikiran dan tindakan. Sedangkan untuk orang yang defensif tidak memiliki perasaan-perasaan bebas. Orang ini dapat memutuskan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu, namun tidak dapat mewujudkan pilihan bebas itu ke dalam tingkah laku yang aktual.

5.    Kreativitas
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Orang-orang yang kreatif dan spontan tidak terkenal karena konformitas atau penyesuaian diri yang pasif terhadap tekanan-tekanan sosial dan kultural. Orang yang defensif, yang kurang merasa bebas, yang tertutup terhadap banyak pengalaman, dan yang hidup dalam garis-garis pedoman yang telah dikodratkan adalah tidak kreatif dan tidak spontan.
Rogers percaya bahwa orang-orang yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi lingkungan. Mereka memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahan-perubahan traumatis seklipun seperti dalam pertempuran atau bencana-bencana alamiah. 





Daftar Pustaka
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
Alwisol, (2009). Psikologi Kepribadian. UMM Press: Malang.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar