A.
Perkembangan
Kesehatan Mental
Carl Ransom Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8
Januari 1902. Pada umur 12 tahun keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers
menjadi tertarik kepada pertanian secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke
perguruan tinggi, dan pada tahun tahun pertama Rogers sangat gemar akan ilmu
alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan pelajaran di University of Wisconsin
pada 1924 Rogers masuk Union Theological College of Columbia, disana Rogers
mendapat pandangan yang liberal dan filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke
Teachers College of Columbia, disana Rogers terpengaruh oleh filsafat John
Dewey serta mengenal psikologi klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Rogers
mendapat gelar M.A. pada 1928 dan doctor pada 1931 di Columbia. Rogers terkenal
sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial,
psikolog klinis dan terapis, ide-ide dan konsep teorinya banyak didapatkan
dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya. Rogers dikenal juga sebagai seorang
fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi
individu. Realitas tiap orang akan berbeda–beda tergantung pada
pengalaman–pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan
fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan
fenomenal tersebut.
Carl Rogers adalah seorang psikolog
yang terkenal dengan pendekatan terapi
klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers
kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama
bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada
hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia
pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan
mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa,
kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari
kecenderungan alamiah.
B.
Konsep
Kepribadian Menurut Carl Rogers
Rogers lebih
mengarahkan teorinya untuk membingkai perkembangan kepribadian melalui
mekanisme-mekanisme yang dapat berlaku secara universal.
Menurutnya, apabila orang-orang
bertanggung jawab terhadap kepribadian mereka sendiri dan mampu memperbaikinya,
maka mereka harus menjadi makhluk yang sadar dan rasional. Ia percaya bahwa
seseorang dibimbing oleh persepsi sadar mereka sendiri tentang diri mereka dan
dunia sekitar mereka bukan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar yang tidak dapat
mereka kontrol. Kriterium terahkir seseorang adalah pada pengalaman sadarnya
sendiri dan pengalaman itu memberikan kerangka intelektual dan emosional
sehingga akan membuat kepribadian mereka terus tumbuh dan berkembang.
Menurut
Rogers, manusia yang rasional dan sadar tidak dikontrol oleh peristiwa masa
kanak-kanak, hal yang lebih penting adalah masa sekarang dan bagaimana kita
memandangnya sebagai kepribadian yang sehat dimana masa sekarang jauh lebih
penting daripada masa lampau. Namun, masa lampau juga memberikan pengaruh
penting terhadap kesehatan psikologis kita. Jadi, pengalaman masa lampau juga
penting tetapi Rogers hanya memfokuskan pada masa sekarang dan apa yang terjadi
sekarang bukan pada masa lampau. Dalam
pandangan Rogers, konsep diri merupakan hal terpenting dalam kepribadian, dan
konsep diri ini juga mencakup kesemua aspek pemikiran, perasaan, serta
keyakinan yang disadari oleh manusia dalam konsep dirinya. Konsep diri ini
terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri
real dan konsep diri ideal.
Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan dua
konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence.
Incongruence adalah ketidakcocokan antara diri yang
dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
Seseorang dikatakan dalam keadaan inkongruensi jika beberapa dari totalitas pengalaman
mereka tidak bisa diterima untuk mereka dan ditolak atau terdistorsi dalam
citra diri. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam
sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
C.
Kepribadian
Sehat Menurut Carl Rogers
Orang
yang Berfungsi Sepenuhnya
Hal yang pertama
dikemukakan tentang versi Rogers mengenai kepribadian yang sehat, yakni
kepribadian yang sehat itu bukan merupakan sesuatu keadaan dari ada, melainkan
suatu proses, “suatu arah bukan suatu tujuan”. Rogers tidak percaya bahwa orang-orang yang
mengaktualiasasikan diri hidup dibawah hukum-hukum yang diletakkan orang lain.
Diri adalah tuan dari kepribadian dan beroperasi terlepas dari norma-norma yang
ditentukan oleh orang lain. Rogers memberikan lima sifat orang yang berfungsi
sepenuhnya, yaitu:
1.
Keterbukaan
pada Pengalaman
Kepribadian yang sehat adalah mampu
menerima segala keterbukaan, bebas untuk mengalami semua perasaan dan sikap.
Orang yang mengetahui segala sesuatu tentang kodratnya, tidak ada segi
kepribadian yang tertutup, itu berarti bahwa seseorang tersebut memiliki
kepribadian yang yang fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman
yang diberikan oleh kehidupan tetapi juga dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan
persepsi dan segala hal yang baru secara dinamis. Sebaliknya, kepribadian orang
yang defensif, yang selalu melakukan segala sesuatu menurut sayarat-syarat
dengan statis, yaitu belum terbuka mengenai hal-hal baru. Orang yang defensif akan bersembunyi di belakang
peranan-peranan.
2.
Kehidupan
Eksistensial
Orang yang sehat akan terbuka pada
semua pengalaman, maka diri atau kepribadian terus-menerus dipengaruhi oleh
setiap pengalaman. Orang yang sehat atau berfungsi sepenuhnya tidak akan
mengontrol atau memanipulasi pengalaman-pengalaman agar sesuai dengan harapkan
mereka. Dengan sifat mereka yang dinamis, maka mereka dengan babas dapat
berpartisipasi dalam pengalaman-pangalannya. Namun, untuk orang yang defensif,
mereka harus mengubah dan memanipulasi pengalaman-pengalaman baru agar sesuai
dengan dirinya karena sifat mereka yang statis, tidak terbuka pada
pengalaman-pengalaman. Rogers percaya bahwa kualitas dari eksistensial
merupakan segi yang sangat esensial dari kepribadian yang sehat.
3.
Kepercayaan
Terhadap Organisme Orang Sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami dengan menunjuk
kepada pengalaman Rogers sendiri. Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat
bertindak menurut impuls-implus yang timbul seketika dan intuitif. Dalam
tingkah laku yang demikian itu terdapat banyak spontanitas dan kebebasan,
tetapi tidak sama dnegan bertindak terburu-buru atau sama sekali tidak
memperhatikan konsekuensinya. Karena orang yang sehat terbuka sepeuhnya pada
pengalaman, sehingga ia menerima semua informasi yang ada, bahkan dari segi
selain pikirannya. Karena terbuka kepada semua pengalaman serta menghidupkan
pengalaman-pengalaman itu sepenuhnya, maka individu yang sehat dapat membiarkan
seluruh organanisme mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi. Semua
faktor yang relevan diperhitungkan dan dipertimbangkan serta dicapai keputusan
yang akan memuaskan semua segi situasi dengan sangat baik.
4.
Perasaan
Bebas
Rogers percaya bahwa semakin seseorang sehat secara
psikologis, semakin juga ia mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya paksaan-paksaan atau
rinangan-rintangan antara pikiran dan tindakan. Sedangkan untuk orang yang
defensif tidak memiliki perasaan-perasaan bebas. Orang ini dapat memutuskan
untuk bertingkah laku dengan cara tertentu, namun tidak dapat mewujudkan
pilihan bebas itu ke dalam tingkah laku yang aktual.
5.
Kreativitas
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif.
Orang-orang yang kreatif dan spontan tidak terkenal karena konformitas atau
penyesuaian diri yang pasif terhadap tekanan-tekanan sosial dan kultural. Orang
yang defensif, yang kurang merasa bebas, yang tertutup terhadap banyak
pengalaman, dan yang hidup dalam garis-garis pedoman yang telah dikodratkan
adalah tidak kreatif dan tidak spontan.
Rogers percaya
bahwa orang-orang yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan
bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi
lingkungan. Mereka memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menanggulangi
perubahan-perubahan traumatis seklipun seperti dalam pertempuran atau
bencana-bencana alamiah.
Daftar Pustaka
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
Alwisol, (2009). Psikologi Kepribadian. UMM Press: Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar