A. Konsep
Berpikir dan Berbahasa
Pikiran
adalah gagasan dan proses mental. Berpikir memungkinkan seseorang untuk
merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan perlakuan terhadapnya
secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan. Kata yang merujuk
pada konsep dan proses yang sama diantaranya kognisi, pemahaman, kesadaran,
gagasan, dan imajinasi. Berpikir melibatkan manipulasi otak terhadap informasi,
seperti saat kita membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan masalah, melakukan
penalaran, dan membuat keputusan.
Ada beberapa pendapat mengenai berpikir ,
diantaranya Menurut hukum Gestalt manusia berfikir secara menyeluruh, maka
proses belajar melibatkan proses berfikir, harus dimulai dengan mempelajari materi
secara menyeluruh, baru ke bagian-bagiannya.
Menurut Behaviourisme: berpikir merupakan penguatan antara stimulus dan respons. Menurut Asosiasionis:
berpikir merupakan asosiasi antara
tanggapan yang satu dengan yang lain. Dari segi Kognisi: berpikir merupakan
pemrosesan informasi mulai dari stimulus
yang ada (starting position) sampai ke pemecahan masalah (finishing position)
atau goal state.
Tujuan
berpikir adalah memecahkan permasalahan tersebut. Karena itu sering dikemukakan
bahwa berpikir itu adalah merupakan aktifitas psikis yang intentional, berpikir
tentang sesuatu. Di dalam pemecahan masalah tersebut, orang menghubungkan satu
hal dengan hal yang lain hingga dapat mendapatkan pemecahan masalah.
Bahasa
mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan.
Sebagai suatu sistem bahasa terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola-pola
tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat.
Bahasa terbagi atas dua, yaitu bahasa lisan dan tulisan. ahasa lisan disebut
pula bahasa primer dan bahasa tulisan disebut juga bahasa skunder. Bahasa lisan
dan tulisan dapat digunakan sebagai sarana berfikir atau mengungkapkan pikiran
dari pembicara atau penulis. Bahasa menjadi dasar pembentuk pola pikir seorang
anak.
B. Proses
Berpikir dan Berbahasa
· Ada tiga langkah proses berfikir, yaitu:
1. Pembentukan
pengertian
Pada
langkah ini anak dapat menganalisis
ciri-ciri dari sejumalah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita perhatikan
unsur - unsurnya satu demi satu. Kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu
kita analisa ciri-ciri misalnya: orang Negro, memiliki ciri - ciri: Berkulit
hitam, berambut hitam keriting.
2. Pembentukan
pendapat
Pembentukan
pendapat adalah meletakkan hubungan dua pengertian atau lebih. Pendapat di bagi
memjadi tiga jenis yaitu: a. Pendapat afirmatif, yaitu pendapat yang menyatakan
keadaan sesuatu, b. Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menindakkan, yang
secara tegas menjelaskan tidak adanya sifat tertentu, c. Pendapat modalitas
atau kebarangkalian, yaitu kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada suatu hal.
3. Penarikan
kesimpulan
Tujuan
berpikir adalah pemecahan masalah yang dilakukan dengan menarik kesimpulan berdasarkan data yang ada atau pendapat akhir
atas data atau pendapat-pendapat yang mendahului. Cara yang dpat ditempuh untuk
menarik kesimpulan:
1. Kesimpulan
ditarik atas dasar analogi, yaitu
adanya kesamaan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
2. Kesimpulan
ditarik atas dasar cara induktif,
yaitu dari peristiwa-peristiwa individual menuju dalil umum atau hal yang
bersifat umum.
3. Kesimpulan
ditarik atas dasar cara deduktif,
yaitu dari hal yang umum/dalil yang bersifat umum ke hal-hal atau dalil yang
bersifat khusus.
·
Proses berbahasa
Saat
masih kecil anak masih menunjukkan sifat egosentris dengan berbicara kepada
diri sendiri dan tidak mau bicara dengan orang lain. Tetapi ketika menginjak
usia 6 atau 7 tahun, anak mulai beralih ke intekomusikasi social dan lebih
komunikatif terhadap teman-temannya. Pada umumnya, pada usia 4 tahun anak sudah
menguasai bahasa ibunya. Namun menurut Piaget, proses ini tidak berjalan begitu
saja secara otomatis. Bahasa ucapan itu harus dipelajari. Anak termotivasi
untuk mempelajari bahasa karena keinginannya untuk beradaptasi.dengan
mengucapkan kata anak bisa berkomunikasi lebih efektif.
C. Keterkaitan
antara Berpikir dengan Berbahasa
Terdapat
keterkaitan yang jelas antara kemampuan berbahasa dengan kemampuan berpikir.
Manusia untuk dapat melakukan kegiatan berpikir dengan baik maka diperlukan
sarana yang berupa bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dengan menguasai bahasa
maka seseorang akan mengetahui pengetahuan.
Bahasa
memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan anak menjadi manusia
dewasa. Dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari suatu organisme biologis
menjadi suatu pribadi di dalam kelompok, yaitu suatu pribadi yang berpikir,
merasa berbuat, serta memandang dunia dan kehidupan sesuai dengan lingkungan
sosialnya.
Vygotsky
berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan
adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua
garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serempak pikiran
berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap
permulaan berkembang secara terpisah, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi,
mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang
tanpa pikiran. Lalu, pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama,
serta saling mempengaruhi. Begitulah, kanak-kanak berpikir dengan menggunakan
bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.
Menurut
Vygotsky pikiran berbahasa (verbal thought) berkembang melalui beberapa tahap.
Mula-mula kanak-kanak harus mengucapkan kata-kata untuk dipahami. Kemudian
bergerak ke arah kemampuan mengerti atau berpikir tanpa mengucapkan kata-kata
itu. Lalu, dia mampu memisahkan kata-kata yang berarti dan yang tidak berarti.
Selanjutnya
Vygotsky menjelaskan bahwa hubungan antara pikiran dan bahasa bukanlah
merupakan satu benda, melainkan merupakan satu proses, satu gerak yang
terus-menerus dari pikiran ke kata (bahasa) dan dari kata (bahasa) ke pikiran.
Pikiran itu tidak hanya disampaikan dengan kata-kata, tetapi lahir dengan
kata-kata itu. Tiap pikiran cenderung untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, dan mendirikan satu hubungan di antara benda-benda. Tapi
pikiran bergerak, tumbuh, dan berkembang melaksanakan satu fungsi dan
memecahkan satu masalah.
Contoh kasus pada proses berpikir dan berbahasa
Speech
Delay (Keterlambatan Kemampuan Bicara). Speech
Delay adalah kegagalan mengembangkan kemampuan berbicara pada anak, yang
diharapkan bisa dicapai pada usianya. Dengan kata lain, perkembangan anak
(dalam hal bicara) tertinggal beberapa bulan dari teman-teman seusianya.
Seorang anak yang berusia satu tahun mulanya memiliki kondisi yang normal. Namun, setelah usia satu tahun, sistem penjagaan Arfin berpindah tangan ke babysitter. Sejak itu, kondisi sang anak berubah menjadi sosok yang pendiam. Bahkan sang anak tidak dapat berbicara. Orangtuanya pun lantas memeriksakan sang anak ke ahlinya. Dari beberapa kali pemeriksaan, dapat diindentifikasikan bahwa dia mengalami speech delay. Sang anak hanya paham instruksi berbahasa Inggris. Ketidakmampuan bicara selama itu disebabkan karena pengasuh sebelumnya sering meninggalkan sang anak menonton TV yang didominasi bahasa Inggris sehingga anak tersebut mengalami kebingungan antara dua bahasa yang sering didengarnya. Kemudian setelah mengetahui permasalahan anak tersebut, dilakukanlah terapi untuk membantu proses speech delay yang dialami anak tersebut. Berkat support yang kuat dari keluarga, kini sang anak menjadi anak yang aktif, bahkan mampu berbicara dalam dua bahasa. Bila dibiarkan, speech delay berdampak buruk. Misalnya, anak tidak mampu menyerap mata pelajaran di sekolah, perkembangan kognitif anak terhambat, dan menjadi pemarah. Anak juga tidak dapat berkomunikasi dengan teman sebaya, menjadi pendiam, atau enggan mengungkapkan pendapat karena rasa percaya diri yang kurang. Keterlambatan bicara yang dialami beberapa anak dapat disertai dengan kelainan bawaan. Misalnya, cacat pada wajah (rahang kecil dan mulut besar), badan pendek, ukuran kepala bayi besar, dan gangguan mata. Namun, tidak semua anak yang mengalami speech delay disertai dengan cacat pada tubuh.
Seorang anak yang berusia satu tahun mulanya memiliki kondisi yang normal. Namun, setelah usia satu tahun, sistem penjagaan Arfin berpindah tangan ke babysitter. Sejak itu, kondisi sang anak berubah menjadi sosok yang pendiam. Bahkan sang anak tidak dapat berbicara. Orangtuanya pun lantas memeriksakan sang anak ke ahlinya. Dari beberapa kali pemeriksaan, dapat diindentifikasikan bahwa dia mengalami speech delay. Sang anak hanya paham instruksi berbahasa Inggris. Ketidakmampuan bicara selama itu disebabkan karena pengasuh sebelumnya sering meninggalkan sang anak menonton TV yang didominasi bahasa Inggris sehingga anak tersebut mengalami kebingungan antara dua bahasa yang sering didengarnya. Kemudian setelah mengetahui permasalahan anak tersebut, dilakukanlah terapi untuk membantu proses speech delay yang dialami anak tersebut. Berkat support yang kuat dari keluarga, kini sang anak menjadi anak yang aktif, bahkan mampu berbicara dalam dua bahasa. Bila dibiarkan, speech delay berdampak buruk. Misalnya, anak tidak mampu menyerap mata pelajaran di sekolah, perkembangan kognitif anak terhambat, dan menjadi pemarah. Anak juga tidak dapat berkomunikasi dengan teman sebaya, menjadi pendiam, atau enggan mengungkapkan pendapat karena rasa percaya diri yang kurang. Keterlambatan bicara yang dialami beberapa anak dapat disertai dengan kelainan bawaan. Misalnya, cacat pada wajah (rahang kecil dan mulut besar), badan pendek, ukuran kepala bayi besar, dan gangguan mata. Namun, tidak semua anak yang mengalami speech delay disertai dengan cacat pada tubuh.
http://silvrz.blogspot.com/2011/11/berfikir-dan-berbahasa.html
http://riksabahasa.blogspot.com/2012/02/hubungan-antara-kemampuan-berpikir_6109.html
http://www.jawapos.com/baca/artikel/6397/cegah-keterlambatan-penanganan-speech-delay-pada-anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar