1. Mazhab Psikoanalisis
Psikoanalisis
merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu psikologi. Pembahasan
mengenai psikoanalisis tidak dapat dipisahkan dari tokoh Sigmund Freud yang
membangun teori ini, namun tidak hanya Sigmund Freud yang menjadi tokoh penting
dalam aliran ini, melainkan ada beberapa tokoh penting lainnya, yaitu Carl Gustav
Jung, dan Alffred Adler.
Menuru
Gunarsa (dalam Hidayat, 2011) psikoanalisis merupakan upaya mempengaruhi
proses-proses psikologis. Secara umum, psikoanalisis dapat dikatakan sebagai
pandangan tentang, di mana ketidaksadaran memainkan peran sentral. Freud sendiri
menjelaskan arti istilah psikoanalisis tidak selalu sama. Salah satu yang terkenal
beradal dari tahun 1923 dan terdapat dalam suatu artikel yang dia tulis bagi
sebuah kamus ilmiah Jerman. Di situ Freud membedakan psikoanalisis menjadi tiga
arti:
- Istilah “psikoanaisis” dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah.
- Psikoanalisis menunjukkan suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis yang dialami oleh pasien neurosis.
- Istilah yang juga dipakai dalam arti lebih luas, untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik di atas. Dalam arti terakhir ini, “psikoanalisis” mengacu pada suatu ilmu yang di mata Freud benar-benar baru.
Disamping
itu dalam aliran ini juga berkontribusi dalam memberikan terapi atau perawatan
dalam menghadapi beberapa gangguan. Terapi psikoanalisis dikembangkan Freud
untuk menjelaskan personality dan
perilaku terkait dengan keinginan bawah sadar dan konflik. Personaliti terdiri
dari id (yang mengarahkan individu menuju kenyamanan), ego (yang
menengahi antara keinginan internal dan realita) dan super ego (dikembangkan
dari standar moral dan sosial yang ditanamkan oleh orang tua). Terapi
psikoanalitik itu terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “psikoanalitik”. Secara
eksplisit, “terapi” dalam psikologi berarti perawatan masalah-malah tingkah
laku. Sedangkan “psikoanalitik” merujuk pada metode psikoterapi yang dikembangkan
oleh Sigmund Freud. Dengan
demikian, terapi psikoanalitik dapat dipahami sebagai perawatan yang
dikembangkan oleh Freud, dengan memusatkan perhatian pada pengidentifikasian
penyebab-penyebab tak sadar dari tingkah laku abnormal dengan menggunakan
metode hipnotis, asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran. Tujuan
Utama dari treatmen psikoanalisis yang dikembangkan oleh Freud adalah untuk
mebawa hal-hal yang ditekan dan tidak disadari ke alam sadar.
- Hipnotis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Seperti ditulis Semiun (2006) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu (1) perhatiannya dipersempit dan terfokus, (2) menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan berbagai halusinasi, (3) sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif, (4) tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan (5) sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria
- Asosiasi bebas (free association), klien mengungkapkan apapun yang ada dalam pikirannya. Asosiasi bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera setalah pikiran masuk kebenak kita. Asosiasi bebas dipercaya secara bertahap akan mengahancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyensor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari satu pikiran ke pikiran lain.
- Analisis mimpi (dream analysis), klien menceritakan kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam mimpi kepada terapis untuk kemudian menghubungkan kejadian-kejadian ini secara bebas. Mimpi merupakan “jalan utama menuju ketidaksadaran”. Selama tidur, pertahanan ego melamah dan impuls yang tidak dapat diterima menemukan ekspresinya dalam mimpi. Kerena pertahanan tidak seluruhnya dihapuskan, impuls mengambil bentuk yang disamarkan atau diasosiasikan. Dalam teori analitik, mimpi memiliki dua tingkatan muatan:
B. Muatan
Laten (latent content): materi bawah
sadar yang disimbolisasi atau diwakili
dalam mimpi.
- Transferensi, dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, yaitu saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis.
- Penafsiran atau Interpretasi merupakan adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Caranya dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
2. Mazhab
Behavioristik
Behavioristik
merupakan aliran psikologi yang dikembangkan oleh John B. Watson sejak tahun
1913. Watson dalam artikelnya berjudul “Psychological
Review” mengemukakan bahwa psikologi harus meninggalkan fokus kajian
terhadap mental, dan mengalihkan fokus kajian terhadap tingkah laku yang tampak
(behavior). Para ahli psikologi behavioristik
seperti Clark L. Hull, Thorndike, Pavlov dan Skinner kurang memiliki perhatian
terhadap struktur kepribadian internal layaknya psikoanalisis. Mereka beralasan
bahwa psikologi tidak meneliti proses mental secara ilmiah, sebab proses
tersebut bersifat pribadi dan tidak dapat diamati publik.
Behavioristik secara keras menolak unsur
kesadaran yang tidak nyata sebagai objek dari studi psikologi dan membatasi
diri pada studi tentang perilaku nyata. Behavioristik ingin menganalisis
perilaku yang tampak, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Manusia
pada dasarnya tidak membawa bakat apa-apa. Manusia berkembang berdasarkan
stimulus yang diterima dari lingkungan. Aliran ini juga mengatakan bahwa
lingkungan yangh baik akan menghasilkan manusia yang baik, sedangkan lingkungan
yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk pula. Pelopor-pelopor aliran
behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa perilaku manusia
merupakan hasil dari proses belajar, oleh karena itu dapat diubah dengan
pembelajaran baru.
Terapi
behavior adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah
laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa
bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menganggapi situasi dan
masalah dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Aktivitas inilah yang
disebut sebagai belajar.
Masalah-masalah
yang dihadapi dalam terapi behavioral adalah mengenai perilaku-perilaku yang
tidak sesuai dengan harapan, artinya berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan
negatif ataupun perilaku yang tidak tepat. Perilaku yanng seperti itu merupakan
hasil dari interaksi yang salah dengan lingkungannya, sehingga mengakibatkan
penyimpangan perilaku. Adapun tujuan dari terapi behavioral ini adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku
simptomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku
yang dapat membuat ketidakpuasan jangka panjang, atau mengalami konflik dengan
lingkungan sosial. secara keseluruhan terapi behavioral ini bertujuan untuk
menghapus pola tingkah laku maladaptive/maladjustment, membantu belajar tingkah
laku konstruktif, dan merubah tingkah laku.
- Desensitisasi sistematis, merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secra negatif biasanya berupa kecemasan misal: phobia, dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan dengan cara memberikan stimulus yang berangsur dan santai. Dalam pelaksanaanya klien mempraktikan relaksasi sambil membayangkan stimulus yang ditakuti secara bertahap, mulai dari stimulus yang menimbulkan kecemasan ringan, kemudian bertahap membayangkan stimulus yang menimbulkan kecemasan sedang, hingga stimulus yang menimbulkan kecemasan yang sangat tinggi. Terapi ini telah digunakan secara luas dan terbukti efektif untuk mengatasi masalah takut yang berlebihan.
- Terapi implosif, terapi ini dikembangkan atas dasar pandangan tentang seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada situasi kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan tersebut akan hilang. Atas dasar itu pada terapi ini klien diminta untuk membayangkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan.
- Latihan perilaku asertif, terapi ini digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar.
- Pengkondisian aversi, teknik ini digunakan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut tidak akan muncul kembali.
- Pembentukkan perilaku model, digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model. Teknik perilaku juga mengguanakan teknik-teknik yang didasarkan pada operan conditioning atau pengahdiahan (reward) dan hukuma secara sistematis untuk membentuk perilaku yang diharapkan.
- Kontrak perilaku, adalah persetujuan antara dua dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Dalam terapi ini konselor memberikan ganjaran positif dipentingkan daripada memberikan hukuman jika kontrak tidak berhasil.
3. Mazhab Humanistik
Perspektif
Humanistik (humanistic perspective) adalah keyakinan bahwa motivasi manusia
didasarkan pada suatu tendensi bawaan untuk pencarian pemenuhan diri dan arti
dalam hidup. Menurut teori humanistic seseorang termotivasi oleh kebutuhan
untuk memahami diri mereka dan dunia serta untuk mendapatkan pengalaman yang
lebih banyak dengan cara memenuhi potensi unik mereka.
Psikologi
humanistik menyoroti tingkah laku secara lebih luas. Memandang bahwa memiliki
faktor internal dan eksternal dalam pembentukannya. Keduanya tidak bisa
dilepaskan satu sama lain, bukan seperti psikoanalisis dan behavioristik. Aliran
ini layaknya penggabungan antara kedua aliran psikologi sebelumnya. Masa lalu begitu
mempengaruhi tingkah laku manusia tetapi tidak boleh dilepaskan dari stimulus
yang diperoleh dari lingkungan. Lebih lagi yang perlu ditekankan bahwa
pembentukan tingkah laku manusia tidak hanya dikendalikan oleh lingkungan atau
masa lalu, tetapi manusia punya kemampuan mengarahkan diri dengan sifat
subjektivitasnya sebagai individu.
Pada
perspektif humanistic, dalam penanganan abnormal bisa menggunakan Client-centered Therapy (Carl R.
Rogers), Gestalt Therapy (Fritz
Perls), Transactional Analysis (Eric
Berne), Rational-Emotive Therapy (Albert
Ellis), Logotherapy (Viktor
Frankl), Existential Analysis (Rollo
May, James F. T. Bugental), serta Terapi kelompok dengan pendekatan humanistik.
Sedangkan Tujuan utama terapi humanistik adalah membawa individu
untuk mengenali dorongan alamiah (innate tendency) untuk meningkatkan
dirinya agar mengarah pada pertumbuhan (growth), serta kematangan (maturity)
hidup.
- Client-centered Therapy (oleh Carl R. Rogers)Menurut pendekatan Client-Centered yang dikemukan oleh Rogers, terapi harus berfokus pada kebutuhan klien, bukan pada sudut pandang klinisi. Tugas seorang klinisi adalah untuk membantu klien menemukan kebaikan dasar mereka untuk kemudian membantu klien mencapai pemahaman yang lebih besar mengenai diri mereka. Rogers merekomendasikan para terapis untuk melakukan treatment terhadap klien dengan penerimaan positif tidak bersyarat (unconditional positive regard). Metode ini melibatkan penerimaan penuh terhadap apa yang dikatakan, dilakukan, dan dirasakan klien. Terapi dengan model Client-Centered sering menggunakan teknik-teknik seperti refleksi dan klarifikasi. Dalam refleksi, terapis mencerminkan kembali apa yang baru saja dikatakan oleh klien, mungkin dengan cara menfrasekan kembali.
- Gestalt Therapy ( oleh Fritz Perls)Prinsip yang ada pada terapi ini adalah setiap individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menemukan tanggung jawab pribadi bila ingin mencapai kematangan. Penekanan terapi Gestalt adalah pada perubahan perilaku. Asumsi dasar terapi ini adalah adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, mampu mengambil keputusan terbaik bagi aktualisasi diri secara mandiri, memiliki potensi, identitas dan keunikan diri, selalu tumbuh dan mampu berubah. Tugas utama terapis adalah membantu klien mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang (“here and now”).
- Transactional Analysis (oleh Eric Berne)Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. Analisis Transaksional menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.
- Rational-Emotive Therapy (oleh Albert Ellis)Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
- Logotherapy ( oleh Viktor Frankl)
- Existential Analysis (oleh Rollo May, James F. T. Bugental)Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti. Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang komprehensif , eksistensialis memandang proses terapi dari susdut pandang suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah.
- Terapi kelompokIrvin Yalom (1995), teoritikus terapi kelompok terkemuka menyatakan bahwa ada beberapa faktor dalam pengalaman kelompok yang bersifat terapeutik. Klien dalam terapi kelompok biasanya merasakan kelegaan dan harapan karena menyadari bahwa masalah mereka tidaklah unik. Terapi kelompok memberi mereka dukungan situasi yang kondusif untuk diskusi yang terus terang mengenai dorongan dan metode kontrak diri.